Langsung ke konten utama

Ada apa dengan ucapan “Alhamdulillah dan Astaghfirullah”


B
eranjak kelas XI, tak terasa cerita-cerita ini lah yang membuat kesan menarik pada pertemanan dan keakraban. Banyak hal yang dilakukan dikelas maupun diluar sekolah yang mungkin tidak akan terlupakan. Salah satunya adalah ucapan “Alhamdulillah dan Astaghfirulloh”  yang sering diucapkan bersama-sama satu kelas. Dalam kehidupan sehari-hari Ucapan seperti ini sering kali terucap ketika mendapat suatu kebaikan atau kebalikannya. Tidak jauh berbeda di  kelas ini.
Aku pun tidak terlalu mengerti, mengapa ucapan itu secara tidak langsung dan tidak disengaja terucap begitu saja, seolah spontanitas dari setiap siswa. Pada dua insan yang berbeda namun satu tujuan.
Suatu ketika pengajar tersebut menuju kelas untuk memberi ilmu dan  mengamalkan ilmu, salah seorang teman kami refleks mengucap Astaghfirulloh.. dan kenyataannya sang pengajar mendengar dan ingin tahu apa maksud kata tersebut. Keadaan kelas yang semula gaduh menjadi diam  seribu bahasa tanpa suatu gerakan ataupun perkataan.
Kami takut jika kata tersebut menimbulkan perasaan sakit hati atau rasa kecewa.
Tanpa diduga, itu tidak terjadi karena dapat di alihkan  dengan pembicaraan yang lain oleh seorang teman kami.. “uhh untung ae, gak ngerti..” ucap dalam hati.
Berbeda keadaan, ketika pengajar lain yang hadir, yaitu guru yang sangat mahir kesastraan. Dari depan pintu, kata yang banyak terucap para siswa adalah Alhamdulillah..  mungkin karena kami sangat nyaman dengan cara penyampaian pelajaran yang menjadikan inspirasi-inspirasi untuk kami. Sehingga kami beranggap itu merupakan suatu nikmat pada waktu tersebut.
Esoknya,  dengan terheran dan penasaran, pengajar yang sangat terkenal dengan cerita-cerita menariknya tersebut. Bertanya pada siswa satu kelas, “anak-anak, apakah ada yang salah pada beliau  guru yang sering kalian sambut dengan Ucapan astaghfirulloh...?” 
Beberapa menit kemudian, sebelum kami melanjutkan  jawaban. Pengajar tersebut masuk kelas dan kami pun terdiam heran. “kok tahu saja ya...” ucap lirih teman sebelahku.
“he’eh” jawabku dengan pelan..
Tidak disangka, suatu hari secara bersamaan kedua pengajar tersebut hadir dan masuk dikelas kami untuk menyampaikan materi baru. Tidak dapat dibayangkan, kalau perbedaan ucapan kami selama ini disatukan. Bagaimana yang terjadi.. rasa ingin tertawa  tidak dapat ditahan lagi.. dan berakhir ketika mendengar sebuah pernyataan.
“Seseorang dalam kehidupan ini ibarat seperti rembulan. Pada dasarnya rembulan ada gelap dan terang. Sehingga seseorang pasti ada baik dan buruknya.”
Kami pun, mengerti apa maksud dari pernyataan tersebut.
Sesungguhnya, kami yang kurang menghormati dan menghargai seseorang yang memiliki maksud dan tujuan baik pada kami semua. Dapat terlihat dari sinar mata beliau, tersirat sifat yang tak pernah membenci. Ibarat seperti sehelai daun yang luruh ke bumi, yang tidak pernah membenci angin meski harus terengutkan dari tangkai pepohonan.
Astaghfirullahal’adzim... ampuni dosa kami yang telah durhaka ini Ya Allah..
Sering kali aku melihat Beliau, aku pun merasa tak tega dan merasa bersalah. Tetapi tak dapat dipungkiri kalau pun bertemu dikelas ingin rasanya yang terucap adalah kata-kata yang seharusnya tidak terucapkan. 
 Tulisan-tulisan ini tak akan berarti, apabila tidak saling mengerti. Tak akan cepat dimengerti apabila tidak ada kesadaran diri. Akan menimbulkan sakit hati apabila tidak secepatnya diperbarui. Dan kenyataannya itulah yang terjadi.
Maaf kan kami... berharap keikhlasan tetap ada untuk kami yang sangat tidak tahu balas budi. Dan perbedaan yang sangat sulit untuk kami terima ini secepatnya akan kami mengerti sebagai koreksi diri.
Folded Corner: Asih Riska N.
XI IPA-2/06

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiada Alasan lain untuk Pengabdian, Karena Memang Kewajiban

Assalamu’alaikum..             Saya, Asih Riska Nurmasari, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 2013. Sesungguhnya, tidak ada alasan yang diungkapkan untuk saya memilih mengikuti kegiatan Pengabdian Masyarakat, karena mengikuti kegiatan seperti Pengabdian tersebut, menurut saya memanglah kewajiban kita sebagai mahasiswa. Rasa itu ada ketika hati telah bergerak, kesempatan ada,  dan adanya motivasi serta inspirasi. Hati bergerak untuk membantu meringankan beban, mendengar keluh kesah mereka, mengapai suatu cita mulia untuk bangsa. Tidak ada seoarang anak pun, yang tidak memiliki cita. Cita yang mulia itu harus terwujudkan, mimpi anak-anak Indonesia yang kelak menjadi kenyataan. Untuk itu, saya ingin bergabung dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat.             Tidak banyak hal yang saya tau, untuk itu saya ingin lebih jauh mengetahui kondisi masyarakat I...

Teruslah Belajar

Dalam setiap waktu, ada kesempatan untuk melakukan suatu hal dengan maksimal.  Kitalah yang memilih dan menentukan mau bekerja maksimal atau sebaliknya. Profesional pada prinsipnya tuntas dan tanggungjawab.  Kita juga yang memilih dan menentukan mau profesional atau sebaliknya. Teruslah belajar, belajar, dan belajar. Karena beginilah kehidupan ini mengajarkan.. Teruslah beranjak dari anak tangga satu ke anak tangga yang lebih atas, karena itulah bagian dari suatu pencapaian. Jangan berhenti dan merasa cukup pada anak tangga yang saat ini, Karena anak tangga yang berada di puncak masih menunggu.  TerusSemangatAsih! 

"Doain aja yang terbaik"

yaa, kalau ditanya aku sering jawab: "doain aja yang terbaik" atau "doain yang terbaik saja" *Bahkan ada kawan ku yang inget betul tata kalimat itu. Hapal dengan jawabanku. Sampai jadinya sering iseng ikut jawab seperti itu.  --- Pasti ada maknanya. Kita yakin bahwa Allah yang Maha baik, Allah pasti memberikan rencana yang Terbaik untuk hamba-Nya. Kita juga yakin bahwa setiap pilihan-Nya, setiap kehendak-Nya merupakan yang terbaik bagi hamba-Nya.  Lalu, kenapa masih menjawab dengan "doain aja yang terbaik"? Bukankah sudah meyakini bahwa segala ketetapan-Nya adalah yang terbaik??  Nah, bahwa sebenarnya manusia lah yang tidak mengetahui versi terbaik dari Allah. Kadang manusia justru karena egonya menganggap apa yang direncanakan manusia itu terbaik bagi dia (baik versi manusia). Bukankah manusia sangat jauh pengetahuannya jika dibandingkan Pengetahuan Allah? Bukankah Allah yang Maha Mengetahui, sedangkan manusia serba tidak tau?   S...